upah.co.id – Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan bahwa pasal pencemaran nama baik dan penghinaan yang tercantum dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) akan dihapus.

Adapun, penghapusan pasal pencemaran nama baik dan penghinaan tersebut akan dilakukan melalui Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).

Keterangan itu disampaikan langsung oleh Wamenkumham usai dirinya rapat RKUHP dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“KUHP ini menghapus pasal-pasal pencemaran nama baik dan penghinaan yang ada dalam UU ITE ,” katanya, Senin, 27 November 2022.

Menurutnya, kebijakan tersebut merupakan kabar baik untuk kebebasan berekspresi.

“Karena teman-teman, terutama media selalu mengkritik aparat penegak hukum menggunakan UU ITE untuk melakukan penangkapan dan penahanan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Edward menjelaskan bahwa ketentuan di dalam UU ITE akan dimasukkan ke RKUHP dengan melalui penyesuaian.

“Dengan sendirinya mencabut ketentuan pidana khususnya Pasal 27 dan 28 di UU ITE ,” ucapnya.

Meski demikian, Edward menegaskan bahwa RKUHP akan mengatur penjelasan soal perbedaan antara penghinaan dan kritik terhadap pemerintah.

Penjelasan soal perbedaan antara penghinaan dan kritik yang akan tertuang dalam RKUHP itu diharapkan dapat menghindarkan kesalahan penafsiran atau pemahaman makna.

“Kami memberi penjelasan seketat mungkin yang membedakan antara penghinaan dan kritik dan penjelasan di dalam kedua pasal itu kami ambil dari Undang-Undang Pers yang di situ ditegaskan bahwa dalam satu negara demokrasi, kritik itu diperlukan sebagai satu kontrol sosial,” tuturnya.

Sebagai informasi, dalam pertemuannya dengan Jokowi, Edward pun menyampaikan soal RKUHP yang salah satunya membahas soal Pasal 240 terkait penghinaan terhadap pemerintah yang dalam cakupannya merupakan lembaga kepresidenan dan lembaga legislatif.

“Dan itu (semua) delik aduan,” katanya.

Selain menjelaskan soal pasal penghinaan, Edward juga menjelaskan soal hukuman pidana mati yang digunakan sebagai alternatif.

Berdasarkan keterangannya, kebijakan tersebut pun tidak dapat membuat hakim pengadilan langsung menjatuhkan hukuman mati kepada para terdakwa dalam kasus hukum.

“Jika dengan jangka waktu 10 tahun terpidana berkelakuan baik, maka pidana mati diubah pidana seumur hidup atau pidana 20 tahun,” ujarnya.

Lebih lanjut, Wamenkumham itu menyebutkan bahwa perubahan soal aturan hukuman mati tersebut merupakan sebuah perkembangan untuk perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).

Adapun, pengesahan RKUHP hingga saat ini berada di tangan DPR RI.

“Bola sekarang ada di DPR, harus ditanyakan ke DPR kapan waktunya,” ucapnya.***