upah.co.id – Minyak goreng yang sempat menjadi polemik pada awal 2022 berbuntut hingga sekarang. Dimana kini ada 3 perusahaan minyak sawit yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung.
Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group terjerat dalam perkara tindak pidana Korupsi minyak goreng, yang membuat negara rugi hingga Rp 6,47 triliun.
Ketika itu harga minyak sawit mentah terus mengalami kenaikan yang tajam hingga mencetak rekor tertinggi sepanjang masa, yang membuat banyak perusahaan di sektor mendulang untuk berlipat ganda.
Sejak pandemi harga CPO memang mencatatkan lonjakan yang drastis. Sepanjang 2020, minyak sawit mentah tercatat membukukan penguatan 18%, dan di tahun 2021 melesat lebih dari 30%. Kuartal I-2022 menjadi puncak meroketnya harga hingga sempat menyentuh harga MYR 7.268/ton yang merupakan rekor tertinggi sepanjang masa.
Hal ini membuat banyak grup usaha diuntungkan. Berikut rangkuman Tim Riset CNBC Indonesia yang jadi tajir melintir gegara reli harga sawit tahun itu.
Grup Salim
Anthoni Salim yang merupakan salah satu taipan yang diuntungkan. Duo emiten kelompok usaha agribisnis milik Group Salim PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) dan PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) mampu mencatatkan kinerja yang cukup impresif tahun lalu.
Ivomas, emiten yang bergerak pada proses peningkatan nilai tambah produk agribisnis dan pemasaran produk minyak goreng. Selain itu emiten satunya yang bergerak di industri perkebunan kelapa sawit dan karet, PT Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) juga melaporkan kenaikan laba bersih yang fantastis.
Grup Sinarmas
Grup Sinarmas, konglomerasi yang didirikan oleh mendiang Eka Tjipta Widjaja ini memiliki unit usaha agribisnis di bawah naungan Sinar Mas Agro Resources and Tech Tbk (SMAR). SMAR adalah salah satu perusahaan publik produk konsumen berbasis kelapa sawit yang terintegrasi dan terkemuka di Indonesia.
Berkat harga CPO yang terus membaik, SMAR mampu mencatatkan perbaikan kinerja laba dengan kenaikan fantastis. Laba bersih SMAR tercatat naik tahun lalu. Hal ini salah satunya didorong oleh pendapatan perusahaan yang terkerek naik karena harga CPO yang lebih tinggi.
Keluarga Widjaja yang mewarisi kerajaan bisnis Eka Tjipta Widjaja tercatat merupakan salah satu keluarga terkaya dengan bisnis membentar multi sektor, termasuk kelapa sawit.
Grup Astra
Konglomerasi Grup Astra juga memiliki gurita bisnis di berbagai sektor mulai dari otomotif, jasa keuangan hingga pertambangan dan energi. Astra juga ikut terjun dalam industri agribisnis khususnya kelapa sawit melalui PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI).
AALI merupakan salah satu emiten sawit terbesar utama di Indonesia
Grup Sampoerna
Sempat memiliki bisnis utama produk turunan tembakau, Grup Sampoerna kini lebih fokus pada CPO, khususnya pasca pelepasan kendali HM Sampoerna (HMSP) ke Philip Morris. Grup Sampoerna hadir di industri sawit dan CPO melalui PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) yang berlokasi di Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara, dan Riau.
Grup Triputra
Triputra Group melalui PT. Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG)meramaikan kompetisi usaha agribisnis nasional. Meski memulai usaha di industri perkayuan pada tahun 1980 dan baru memulai ekspansi ke bisnis kelapa sawit secara resmi pada 1996, perusahaan ini telah berkembang dan menjadi pemain penting di dunia kelapa sawit Indonesia.
Selain itu Grup Triputra juga memiliki bisnis sawit lewat Triputra Agro Persada (TAPG).
Bachtiar Karim, ia dikenal lewat sepak terjangnya di Musim Mas Group, konglomerasi yang bergerak di lini bisnis utama minyak sawit atau CPO.
Musim Mas Group merupakan salah satu perusahaan minyak sawit terintegrasi terbesar di dunia dengan operasi yang mencakup seluruh rantai nilai di wilayah Amerika, Eropa, dan Asia.
Martua Sitorus, bisnisnya besar dari keikutsertaan membangun Wilmar, perusahaan kelapa sawit yang beroperasi luas di Indonesia dan melantai di bursa Singapura.
Peter Sondakh, ia memiliki bisnis kelapa sawit lewat PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT)
Sukanto Tanoto, bisnisnya besar setelah membangun grup bisnis Royal Golden Eagle
Ciliandra Fangiono, bisnisnya berasal dari perkebunan kelapa sawit di Indonesia dengan perusahaan melantai di Singapura.